Kepompong Ramadhan
Allah SWT, berfirman, “Setiap amal anak
Adam untuknya,
kecuali shaum (puasa). Maka sesungguhnya shaum itu semata-mata untuk-Ku dan Aku
yang akan mengganjarnya. Puasa itu adalah perisai. Jika datang hari puasa seseorang di antara kalian maka janganlah ia
berkata rafats (kata-kata keji) dan jangan memaki: jika ada orang yang
mencacinya atau memancingnya berkelahi, hendaknya ia berkata. “aku sedang
berpuasa” Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya,
sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi daripada
wangi misik. Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: jika ia berbuka, ia
berbahagia: dan jika bertemu Tuhannya, ia berbahagia karena puasanya. (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai, Ibn Majah dan Ahmad).
Saudaraku, pernahkan
Anda melihat seekor ulat bulu? Bagi kebanyakan orang, ulat bulu memang
menjijikkan bahkan menakutkan. Tapi tahukah Anda kalau masa hidup seekor ulat
ini ternyata tidak lama. Pada saatnya nanti ia akan mengalami fase dimana ia
harus masuk ke dalam kepompong selama beberapa hari. Setelah itu ia pun akan
keluar dalam wujud lain, ia menjelma menjadi seekor kupu-kupu yang sangat
indah. Jika sudah berbentuk demikian, siapa yang tidak menyukai kupu-kupu
dengan sayapnya yang beraneka hiasan indah alami? Sebagian orang bahkan mungkin
mencari dan kemudian mengoleksinya bagi sebagai hobi (hiasan) ataupun untuk
keperluan ilmu pengetahuan.
Semua
proses itu memperlihatkan tanda-tanda Kemahabesaran Allah. Menandakan betapa
teramat mudahnya bagi Allah Azza wa Jalla, mengubah segala sesuatu dari hal
yang menjijikkan, buruk, dan tidak disukai, menjadi sesuatu yang indah dan
membuat orang senang memandangnya. Semua itu berjalan melalui suatu proses
perubahan yang sudah diatur dan aturannya pun ditentukan oleh Allah, baik dalam
bentuk aturan atau hokum alam (sunnatullah) maupun berdasarkan hukum yang
disyariatkan kepada manusia yakin al-Qur’an dan as-Sunnah.
Jika
proses metamorfosa pada ulat ini diterjemahkan ke dalam kehidupan manusia, maka
saat dimana manusia dapat menjelma menjadi insan yang jauh lebih indah, momen
yang paling tepat untuk terlahir kemabli adalah ketika memasuki Ramadhan. Bila
kita masuk ke dalam ‘kepompong’ Ramadhan, lalu segala aktivitas kita cocok
dengan ketentuan-ketentuan “metamorfosa” dari Allah, niscaya akan mendapatkan
hasil yang mencengangkan yakni manusia yang berderajat muttaqin, yang memiliki
akhlak yang indah dan mempesona.
Inti
dari ibadah Ramadhan
ternyata adalah melatih diri agar kita dapat menguasai hawa nafsu. Allah SWT
berfirman, “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya syurgalah tempat
tinggalnya.” (QS. An Nazii’at [79] : 40 – 41).
Selama
ini mungkin kita merasa kesulitan dalam mengendalikan hawa nafsu. Kenapa?
Karena selama ini pada diri kita terdapat pelatihan lain yang ikut membina hawa
nafsu kita ke arah yang tidak disukai Allah. Siapakah pelatih itu? Dialah
syetan laknatullah, yang sangat aktif mengarahkan hawa nafsu kita. Akan tetapi
memang itulah tugas syetan, apalagi seperti halnya hawa nafsu, syetan pun
memiliki dimensi yang sama dengan hawa nafsu yakni kedua-duanya sama-sama tak
terlihat. “Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka
anggaplah ia sebagai musuhmu karena syetan itu hanya mengajak golongannya
supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” demikian firman Allah
dalam QS. Al Fathir [25] : 6).
Akan
tetapi kita bersyukur karena pada bulan Ramadhan Allah mengikat erat
syetan terkutuk sehingga kita diberi kesempatan sepenuhnya untuk bisa melatih
diri mengendalikan hawa nafsu kita. Karenanya kesempatan seperti ini tidak
boleh kita sia-siakan. Ibadah shaum kita harus ditingkatkan. Tidak hanya shaum
atau menahan diri dari hawa nafsu perut dan seksual saja akan tetapi juga semua
anggota badan kita lainnya agar mau melaksanakan amalan yang disukai Allah.
Jika hawa nafsu sudah bisa kita kendalikan, maka ketika syetan dipelas kembali,
mereka sudah tunduk pada keinginan kita. Dengan demikian, hidup kita pun
sepenuhnya dapat dijalani dengan hawa nafsu yang berada dalam keridhaan-Nya.
Inilah pangkal kebahagiaan dunia akhirat. Hal lain yang paling utama harus kita
jaga juga dalam bulan yang sarat dengan berkah ini adalah akhlak. Barang siapa
membaguskan akhlaknya pada bulan Ramadhan, Allah akan menyelamatkan dia tatkala
melewati shirah di mana banyak kaki tergelincir, demikianlah sabda Rasulullah
SAW.
Pada
bulan Ramadhan, kita dianggap sebagai tamu Allah, dan sebagai tuan rumah, Allah sangat
mengetahui bagaimana cara memperlakukan tamu-tamunya dengan baik. Akan tetapi
sesungguhnya Allah hanya akan memperlakukan kita dengan baik jika kita tahu
adab dan bagaimana berakhlak sebagai tamu-Nya. Salah satunya yakni dengan
menjaga shaum kita sesempurna mungkin. Tidak hanya sekedar menahan lapar dan
dahaga belaka tetapi juga menjaga seluruh anggota tubuh kita ikut shaum.
Kesimpulannya, hendaknya kita memuliakan diri kita
dengan ibadah puasa. Puasa merupakan ibadah yang sangat istimewa dan utama,
karena puasa tidak bisa dicemari riya’ seperti pada amal lainnya: karena amal
lainnya diungkap kepada manusia kadar pahalanya, sedangkan puasa tidak dan
hanya Allah yang mengetahuinya. Puasa merupakan perisai, membungkam syahwat dan
hawa nafsu, sedangkan neraka itu diliputi oleh hal-hal yang menarik syahwat dan
hawa nafsu. Ketika syahwat dan hawa nafsu itu dikekang oleh puasa, maka itu
telah membentengi atau melindungi orang dari neraka. Puasa sebagai penabus
dosa-dosa dan pemberi syafaat kepada pelakunya pada hari Kiamat kelak,
sebagaimana al-Qur’an akan menjadi pemberi syafaat bagi pembaca dan
pengamalnya.
Puasa dan al-Qur’an akan memberi syafaat kepada hamba.
Puasa berkata: “Tuhanku, aku telah menghalanginya dari makanan dan syahwat pada
siang hari. Karena itu, izinkan aku memberi syafaat kepadanya.” Al-Qur’an
berkata: “aku telah menghalanginya tidur pada malam hari. Karena itu izinkan
aku memberi syafaat kepadanya.” Rasul bersabda, “lalu keduanya dizinkan memberi
syafaat.” (HR. Ahmad, ath-Thabrani dan al-Hakim).
Mari
kita perbaiki segala kekurangan dan kelalaian akhlak kita sebagai tamu Allah,
karena tidak mustahil Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan terakhir yang
dijalani hidup kita, jangan sampai disia-siakan.
Semoga
Allah Yang Maha Menyaksikan senantiasa melimpahkan inayah-Nya sehingga setelah
‘kepompong’ Ramadhan kita masuki, kita kembali pada ke-fitri-an bagaikan bayi
yang baru lahir. Sebagaimana seekor ulat bulu yang keluar menjadi seekor
kupu-kupu yang teramat indah dan mempesona, Aamiin.
~Riska, Surabaya~